Pemertahanan Status Quo: Bunuh Sikap Kritis Anak

Editor

Opini

Pembina Sanggar Pemuda Bergerak, Bambang Budiono. (Foto/Istimewa)

(Ketika Sekolah Berubah Menjadi Pabrik Penurut)

Beranda Tuban – Bayangkan ruang kelas yang sunyi. Bukan sunyi karena konsentrasi, tetapi sunyi karena ketakutan. Takut bertanya, takut menyanggah, takut berpikir berbeda. Di sanalah, dalam keheningan yang mematikan itu, bibit-bibit sikap kritis anak-anak kita perlahan-lahan dihamparkan di altar pemertahanan status quo. Sistem pendidikan kita, yang semestinya menjadi lokomotif kemajuan dan pembentuk karakter, justru kerap beroperasi seperti pabrik efisiensi: memasukkan materi, menguji hafalan, menghasilkan lulusan yang patuh, namun lumpuh dalam berpikir mendalam dan berani mempertanyakan kemapanan.

Masalahnya bukan pada kurangnya kurikulum, tetapi pada jiwa pendidikannya. Kita terjebak dalam paradigma “bank” gaya pendidikan (sebagaimana dikritik Paulo Freire), di mana guru menjadi subjek penabung pengetahuan mutlak, dan murid hanyalah celengan pasif yang harus diisi sampai penuh. Pertanyaan kritis yang menyimpang dari “buku panduan” dianggap sebagai gangguan, bukan sebagai tanda kecerdasan yang hidup. Proses belajar dikerdilkan menjadi ritual hafalan jawaban “benar” yang telah ditentukan, bukan petualangan mencari kebenaran melalui dialektika dan eksperimen. Akibatnya, anak-anak belajar bahwa nilai tertinggi bukan pada ketajaman analisis, tetapi pada kesesuaian jawaban dengan kunci yang sudah ada.

Lihatlah model penilaian kita! Tes pilihan ganda yang mendominasi lebih sering mengukur kemampuan mengingat dan menebak, bukan kemampuan menalar, menyusun argumen, atau memecahkan masalah kompleks. Anak yang berani mempertanyakan asumsi soal atau menawarkan perspektif alternatif seringkali tidak menemukan ruang untuk dievaluasi—bahkan mungkin dicap “sulit diatur”. Guru, yang seharusnya menjadi fasilitator berpikir kritis, kerap terbebani target administratif, beban mengajar berlebihan, dan ketakutan akan “ketertinggalan materi”. Ruang untuk diskusi mendalam, debat sehat, atau proyek berbasis inkuiri pun terpinggirkan.

Lalu, bagaimana kita mengharapkan lahirnya inovator, pemecah masalah bangsa, atau pemimpin visioner jika sejak dini roh bertanya mereka dibungkam?. Data PISA 2022 menunjukkan posisi Indonesia yang masih memprihatinkan dalam kemampuan berpikir kreatif siswa. Ini bukan kebetulan, tetapi cerminan dari sistem yang belum sepenuhnya membebaskan potensi berpikir anak. Kita memproduksi generasi yang mahir menjawab soal ujian, tetapi gamang menghadapi persoalan nyata yang penuh ambiguitas.

Pemertahanan status quo ini adalah bentuk pembunuhan karakter intelektual secara sistematis. Ia membunuh rasa ingin tahu bawaan anak, membunuh keberanian untuk mempertanyakan otoritas (dalam arti positif), dan membunuh imajinasi untuk membayangkan dunia yang berbeda. Padahal, sejarah membuktikan bahwa lompatan peradaban selalu dimulai dari orang-orang yang berani critical thinking mempertanyakan yang dianggap benar, menantang yang dianggap mapan.

Sudah waktunya revolusi! Revolusi ini bukan sekadar mengganti kurikulum di atas kertas, tetapi mengubah mindset dan praktik di ruang kelas:

Guru sebagai Fasilitator, bukan Pewaris Mutlak Pengetahuan. Beri ruang bagi pertanyaan kritis. Hargai proses berpikir, bukan hanya hasil akhir yang sesuai kunci. Latih guru untuk memfasilitasi diskusi, bukan hanya menyampaikan materi. Kurikulum Berbasis Inkuiri dan Problem Solving. Kurangi muatan hafalan, perbanyak proyek nyata, eksperimen, dan analisis kasus yang menuntut berpikir kritis dan kolaboratif.

Reformasi Penilaian. Kembangkan instrumen penilaian yang mengukur kemampuan analisis, argumentasi, kreativitas, dan pemecahan masalah (esai, proyek, presentasi, portofolio) di samping pengetahuan dasar.

Budaya Kelas yang Demokratis. Bangun lingkungan kelas aman secara psikologis dimana setiap pertanyaan dihargai, perbedaan pendapat didiskusikan dengan santun, dan kesalahan dipandang sebagai bagian dari belajar.

Pemberdayaan Otonomi Sekolah. Beri ruang bagi sekolah untuk mengembangkan model dan pendekatan yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan pengembangan berpikir kritis siswanya, bukan sekadar mengejar angka ujian nasional.

Status quo pendidikan kita sedang membunuh sikap kritis anak sumber daya terpenting masa depan bangsa. Jika kita terus memelihara sistem yang mematikan rasa ingin tahu dan keberanian berpikir berbeda, jangan heran jika kita hanya akan menuai generasi penurut yang pandai mengikuti petunjuk, tetapi bisu dalam menghadapi ketidakadilan dan mandul dalam menciptakan solusi baru. Pemertahanan status quo ini adalah investasi pada keterbelakangan. Saatnya kita memilih: terus memproduksi robot penghafal, atau mulai membangun ekosistem yang melahirkan pemikir kritis, kreatif, dan pemberani? Pilihan itu menentukan nasib bangsa kita di panggung peradaban mendatang. Bangun dari tidur panjang, sebelum kita semua terkubur dalam kebisuan yang kita ciptakan sendiri. (*)

Terpopuler

Pengendara Honda Vario Tewas Usai Jatuh Menghindari Jalan Rusak di Tuban

Editor

Beranda Tuban – Kecelakaan lalu lintas tragis terjadi di wilayah hukum Polres Tuban pada hari Jumat pagi, 01 Agustus 2025. ...

Curi Diesel Traktor di Persawahan Tuban, Pelaku Jual Barang Curian Lewat Facebook, 2 DPO Diburu

Editor

Beranda Tuban – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tuban berhasil mengamankan pelaku pencurian diesel traktor di area persawahan Desa Tengger, ...

Kasus Penipuan Pelunasan Hutang Fiktif dengan SBKKN BRI Tuban, Polisi Tetapkan Dua Tersangka

Editor

Beranda Tuban – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tuban melalui Unit Tindak Pidana Ekonomi mengungkap kasus penipuan berkedok program pelunasan ...

Parenting KB-RA Muslimat NU Salafiyah Merakurak Tuban: Kolaborasi Sekolah dan Orang Tua Lindungi Generasi Emas dari Zat Adiktif

Editor

Beranda Tuban – KB-RA Muslimat NU Salafiyah Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban menggelar kegiatan parenting yang bertujuan untuk memberikan edukasi bagi ...

Rotasi Besar di Pemkab Tuban, 8 Pejabat Tinggi Dilantik Mas Lindra Hari Ini

Editor

Beranda Tuban – Suasana Pendapa Kridha Manunggal, Kamis (31 Juli 2025), terasa khidmat saat Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, memimpin ...

Kecelakaan Maut di Rengel Tuban, Pengendara Asal Bojonegoro Meninggal di Puskesmas

Editor

Beranda Tuban – Kecelakaan lalu lintas tragis terjadi pada Rabu pagi sekitar pukul 06.45 WIB di Jalan Pakah-Soko, Desa Maibit, ...

Leave a Comment